Waktu senantiasa berpacu diikuti satuan jam dan rentetan detik yang tidak kenal menunggu, Bagi jiwa yang terbelenggu oleh masa lalu maupun masa nanti yang tidak mengenal belas kasih. Lantas kau kembali mencari apa arti dalam pentas komedi ilahi sebagaimana pencarian Ibrahim akan Tuhan hingga pada akhirnya ia diperintah untuk mengorbankan keturunan.
Selalu ada mimpi-mimpi terjauh yang tercipta dari pikiran
untuk menjadi cambuk kebahagiaan memperjuangkan perulangan bernama kehidupan. Meski
di baliknya selalu ada tamparan kesadaran terdekat atas ketidakmampuan akan
mimpi-mimpi yang banyak itu. Menempatkan mimpi bukan hanya sekedar berperan
sebagai bunga tidur selagi mati semu hingga kau menyadari bahwa mimpi adalah sebuah
candu.
Dari lain sisi kematian yang sering kali dideskripsikan
oleh manusia dengan segala macam keburukan, penderitaan dan kesedihan nyatanya
jauh lebih menggoda dan lebih masuk di akal, bahwa dengan berhentinya hembus
nafas adalah berakhirnya raga. Selebihnya tinggal melanjutkan perjalanan jiwa
ke dalam rentetan tahapan berdasarkan varian doktrin kepercayaan yang engkau
percayakan.
Langkah untuk menuju kematian akan senantiasa jauh lebih
menggoda dari pada memperjuangkan kehidupan itu sendiri. Percaya bahwa dunia
hanyalah titipan dan sementara juga bukan merupakan sebuah kesalahan. Namun
menyambut kematian dan menjemput kematian adalah sebuah perbedaan jelas. Yang
jelas ialah pasti bahwa semua akan tertinggal bila mati baik kekayaan maupun
kebanggaan atas diri sendiri.
Meski begitu teruslah untuk dapat hidup, persetan dengan
ribuan tanya filosofi yang sibuk engkau pikiri sembari menyeruput kopi. Karena
filosofi tidak lebih hanya sebuah kentut para filsuf. Hiduplah meski dengan
derita yang akan menerpa, Hiduplah seperti Cendrawasih yang akan indah bila ia
sepenuhnya merdeka. Hiduplah seakan engkau akan mati di hari esok.
Walau pada akhirnya kematian akan menjadi tujuan akhir yang
pasti, Namun jauh sebelum menyambut mati selalu ada sosok orang terkasih untuk
menjadi tempat kembali, di saat menggebunya sebuah hasrat untuk mengarahkan
moncong senapan ke kepala, Maupun kesedihan yang melahirkan hasrat mencipta
karya seni 3 dimensi dengan belati pada urat nadi.
0 komentar:
Posting Komentar