Hiduplah Walau Kematian Begitu Menggoda

Minggu, 18 Februari 2024

Waktu senantiasa berpacu diikuti satuan jam dan rentetan detik yang tidak kenal menunggu, Bagi jiwa yang terbelenggu oleh masa lalu maupun masa nanti yang tidak mengenal belas kasih. Lantas kau kembali mencari apa arti dalam pentas komedi ilahi sebagaimana pencarian Ibrahim akan Tuhan hingga pada akhirnya ia diperintah untuk mengorbankan keturunan.



Selalu ada mimpi-mimpi terjauh yang tercipta dari pikiran untuk menjadi cambuk kebahagiaan memperjuangkan perulangan bernama kehidupan. Meski di baliknya selalu ada tamparan kesadaran terdekat atas ketidakmampuan akan mimpi-mimpi yang banyak itu. Menempatkan mimpi bukan hanya sekedar berperan sebagai bunga tidur selagi mati semu hingga kau menyadari bahwa mimpi adalah sebuah candu.



Dari lain sisi kematian yang sering kali dideskripsikan oleh manusia dengan segala macam keburukan, penderitaan dan kesedihan nyatanya jauh lebih menggoda dan lebih masuk di akal, bahwa dengan berhentinya hembus nafas adalah berakhirnya raga. Selebihnya tinggal melanjutkan perjalanan jiwa ke dalam rentetan tahapan berdasarkan varian doktrin kepercayaan yang engkau percayakan.



Langkah untuk menuju kematian akan senantiasa jauh lebih menggoda dari pada memperjuangkan kehidupan itu sendiri. Percaya bahwa dunia hanyalah titipan dan sementara juga bukan merupakan sebuah kesalahan. Namun menyambut kematian dan menjemput kematian adalah sebuah perbedaan jelas. Yang jelas ialah pasti bahwa semua akan tertinggal bila mati baik kekayaan maupun kebanggaan atas diri sendiri.



Meski begitu teruslah untuk dapat hidup, persetan dengan ribuan tanya filosofi yang sibuk engkau pikiri sembari menyeruput kopi. Karena filosofi tidak lebih hanya sebuah kentut para filsuf. Hiduplah meski dengan derita yang akan menerpa, Hiduplah seperti Cendrawasih yang akan indah bila ia sepenuhnya merdeka. Hiduplah seakan engkau akan mati di hari esok.



Walau pada akhirnya kematian akan menjadi tujuan akhir yang pasti, Namun jauh sebelum menyambut mati selalu ada sosok orang terkasih untuk menjadi tempat kembali, di saat menggebunya sebuah hasrat untuk mengarahkan moncong senapan ke kepala, Maupun kesedihan yang melahirkan hasrat mencipta karya seni 3 dimensi dengan belati pada urat nadi.

0 komentar:

Posting Komentar