Banyaknya kawan yang mati karena usia ada juga yang mati karena tentara keduanya seakan sama saja tidak jauh berbeda sama-sama menegaskan bahwa pada akhirnya ini hanyalah sebuah perjalanan usang menyambut mati. Namun konon sebelum mati manusia akan dihadapkan sebuah opsi kondisi mati yang berlandaskan kebiasaan dalam kehidupannya sehari-hari.
Ada yang mati terlihat bijaksana dalam ibadah di sepertiga
malam, ada juga yang mati dengan binal dalam kombinasi alkohol dan narkoba yang
nampak bersahabat di malam ke-lima pesta setelah pulang kerja. Namun seakan
memilih untuk memutuskan matinya diri sendiri adalah tindakan haram yang sangat
tidak terpuji di hadapan sang mata Ilahi.
Namun mengapa Tuhan seakan ingin menang dalam segalanya.
Seakan memilih untuk bunuh diri adalah suatu penghinaan dalam skala terdekat
menjual Tuhan bagai Yudas. Apakah Tuhan tidak ingin ditentang atas kuasanya
setelah memberikan jatah umur untuk ciptaannya? Apa mungkin Tuhan tidak lebih
jauh berbeda seperti tirani yang bertahun-tahun berkuasa dan berhak bebas pilih
dan tembak mencabut nyawa warga.
Apakah Tuhan sengaja untuk merumuskan manusia untuk menjadi
hiburan atas prosess matinya raga manusia. Namun apakah Tuhan di sana cenderung
jauh lebih terhibur dengan matinya seorang pendosa secara bertahap dimulai
dengan kebiasaan buruk yang berimpak pada kesehatan yang mengerogoti kesehatan untuk
mengantarakannya pada skenario kematian ciptaan Tuhannya.
Maka dari itu sudah setepatnya interpretasi nyawa manusia
terlihat lebih jelas dalam bentuk podium dan kemegahan Arena gladiator. Tidak
lebih hidup dan matinya manusia menjadi hiburan bagi sang raja dan siapa saja,
Walau pada akhirnya kejayaan terikat senantiasa ada sebuah komplikasi
problematik bagi yang hidup maupun yang mati.
0 komentar:
Posting Komentar