Kewarasan Yang Merantai Impian

Jumat, 11 Maret 2022

Mari coba tanyakan kepada diri sendiri hingga kawan kawan tentang sebuah impian kita masing-masing yang sama-sama kita perjuangkan dan dambakan agar kelak suatu saat nanti menjadi sebuah kenyataan, kini pada akhirnya terlintas di kepala apakah mimpi itu saat ini masih terus bertahan atau telah berganti seiring berjalannya hari.



Panasnya matahari dan dinginnya sang rembulan akan menjadi saksi melihat langkah pemberani yang kita jelajahi dalam memperjuangkan mimpi, tanpa setelan jas maupun dasi kita naungi hari sebagai seorang pemimpi yang akan berkelahi dengan rumitnya takdir dan nasib dari sang illahi yang selalu menitip makna dan misteri di setiap hari.



Namun mengapa sering kali mimpi itu berganti dan berujung mati di kala diri menapaki jalan sunyi menempuh perwujudan mimpi, sebuah jalan yang akrab kita adopsi sebagai kondisi, tidak terhitung banyaknya barisan nisan impian dari para insan yang telah gugur dalam memperjuangan impiannya di kala dihadapkan dengan kondisi yang tidak selalu menguntungkan.



Dan bagi yang memilih pergi dalam upayanya mewujudkan mimpi hanya tersaji dua opsi yaitu apakah karena takut untuk bermimpi atau kepalanya terlalu dibelenggu oleh kewarasan yang perlahan memicu pelatuk sebuah pemikiran buruk yang menodai impian, yang membuat surutnya kemauan diri untuk memperjuangkan mimpi dan cenderung kembali berjibaku dalam kubangan racun ketakutan bertajuk kenyamanan.



Konsekuensi bagi mereka yang mempunyai impian adalah menghadapi kenyataan, walaupun tujuan dari hidup adalah melihat kenyataan namun bermimpi dan berupaya memperjuangkannya bukanlah sebuah kejahatan, sehingga semua mimpi layak untuk diperjuangkan maka bentrokanlah mimpi itu dengan kenyataan dalam lingkungan berkehidupan karena hanya diri sendiri yang menjadi kemudi mimpi itu terjadi atau cenderung menuju mati.



Mimpi akan setia berdansa dengan kondisi, sehingga bagi jiwa yang ingin mewujudkan mimpi harus berhadapan dengan kondisi yang erat kaitannya dengan kenyataan, dan sering kali kewarasan menjadi sumber kecemasan karena pertimbangan berlarut yang pada akhirnya menjadi sumber beban pikiran dan berakhir dengan tanpa adanya sebuah upaya percobaan untuk memperjuangkan impian.

0 komentar:

Posting Komentar