Mari coba tanyakan kepada diri sendiri hingga kawan kawan tentang sebuah impian kita masing-masing yang sama-sama kita perjuangkan dan dambakan agar kelak suatu saat nanti menjadi sebuah kenyataan, kini pada akhirnya terlintas di kepala apakah mimpi itu saat ini masih terus bertahan atau telah berganti seiring berjalannya hari.
Panasnya matahari dan dinginnya sang rembulan akan
menjadi saksi melihat langkah pemberani yang kita jelajahi dalam memperjuangkan
mimpi, tanpa setelan jas maupun dasi kita naungi hari sebagai seorang pemimpi
yang akan berkelahi dengan rumitnya takdir dan nasib dari sang illahi yang
selalu menitip makna dan misteri di setiap hari.
Namun mengapa sering kali mimpi itu berganti dan berujung
mati di kala diri menapaki jalan sunyi menempuh perwujudan mimpi, sebuah jalan
yang akrab kita adopsi sebagai kondisi, tidak terhitung banyaknya barisan nisan
impian dari para insan yang telah gugur dalam memperjuangan impiannya di kala dihadapkan
dengan kondisi yang tidak selalu menguntungkan.
Dan bagi yang memilih pergi dalam upayanya mewujudkan
mimpi hanya tersaji dua opsi yaitu apakah karena takut untuk bermimpi atau kepalanya
terlalu dibelenggu oleh kewarasan yang perlahan memicu pelatuk sebuah pemikiran
buruk yang menodai impian, yang membuat surutnya kemauan diri untuk
memperjuangkan mimpi dan cenderung kembali berjibaku dalam kubangan racun ketakutan
bertajuk kenyamanan.
Konsekuensi bagi mereka yang mempunyai impian adalah
menghadapi kenyataan, walaupun tujuan dari hidup adalah melihat kenyataan namun
bermimpi dan berupaya memperjuangkannya bukanlah sebuah kejahatan, sehingga
semua mimpi layak untuk diperjuangkan maka bentrokanlah mimpi itu dengan
kenyataan dalam lingkungan berkehidupan karena hanya diri sendiri yang menjadi kemudi
mimpi itu terjadi atau cenderung menuju mati.
Mimpi akan setia berdansa dengan kondisi, sehingga bagi jiwa
yang ingin mewujudkan mimpi harus berhadapan dengan kondisi yang erat kaitannya
dengan kenyataan, dan sering kali kewarasan menjadi sumber kecemasan karena pertimbangan
berlarut yang pada akhirnya menjadi sumber beban pikiran dan berakhir dengan
tanpa adanya sebuah upaya percobaan untuk memperjuangkan impian.
0 komentar:
Posting Komentar