Tidak sadar dan tanpa dirasa ternyata diriku masih diberi
kesempatan oleh Tuhan untuk melanjutkan ke BAB 2, entahlah apa yang akan
terjadi di BAB 2 masih sangat penuh dengan tanda tanya, tapi yang terpenting aku
tetaplah terjaga dalam naungan kata dan rima sebagai cara ku dalam menuangkan
gelisah kala dunia terlalu gelap dan berdosa.
Akan aku biarkan barisan kata menyampaikan kegundahan
rasa, karena setiap asa yang merana tidak selalu begitu mudah untuk disampaikan
kepada siapa saja dengan begitu saja, biarlah pena yang menuliskan cerita atas
peristiwa yang ku hadapi dalam setiap
hembus nafasku sehingga dapat engkau baca dan eja.
Sebab bagiku itu adalah cara yang paling indah dan bersahaja
untuk bercerita tentang suka, duka dan dosa pada setiap peristiwa yang terjadi
di dunia, biarlah diriku dianggap pengecut yang diwakilkan oleh kata, karena
aku yakin bila segala yang aku tuliskan hanya berakhir di tempat sampah oleh
mereka yang enggan mencoba untuk membaca.
Umur dan kesehatanku adalah sesuatu yang tidak abadi dan
juga tidak pasti, sehingga izinkanlah aku menitipkan sebagian besar diri dan
rasaku ke dalam setiap kata pada paragraf dan rima, yang sampai kapanpun tetap
bisa untuk terus engkau baca walau aku sudah tidak lagi ada dalam persinggahan
dunia.
Kematian itu pasti namun menulis adalah opsi yang aku
pilih selain bunuh diri, akan aku abadikan hidup tunggal nyawa ini ke dalam kombinasi
huruf dan bait puisi yang akan tetap abadi, untuk mewakilkan jasad dan roh ku
yang akan tiada pada suatu saat nanti di kemudian hari.
Mungkin ketika pergi nanti aku akan meninggalkan rasa
benci dan menanam hasrat untuk mencaci kepada mereka yang sudah mau meluangkan
waktu, tenaga dan pikirannya untuk mengenal diri ini, maka dari itu aku
titipkan seluruh rasa maafku pada setiap puisi dan segala kalimat yang aku
tuliskan, karena besar harapanku agar permintaan maaf atas dosa dan kesalahanku
padamu dapat tersampaikan.
0 komentar:
Posting Komentar