Pancaroba

Sabtu, 30 Agustus 2025

Kemungkinan terbesar adalah memperbesar kemungkinan dalam ruang ketidakmungkinan” – Homicide. Aku akan berangkat dengan tulisan meski pada akhirnya berakhir dengan molotov mengudara dari tangan sebagai definisi tuntas dan lugas puncak dari mobilisasi kemuakan. Terserah takdir akan membawa pada kemenangan atau kekalahan yang berulang, aku akan terus memprovokasi hingga akhir zaman mendampingi malaikat dengan sangkakala di tangan.



Kombinasi duet instansi badut komedi Polri dan TNI masih belum berakhir mereka adalah Tuhan, mereka adalah Tuhan tanpa ampunan, Tuhan yang penuh kejutan, manipulasi dan kemunafikan mereka bisa membuat siapa saja menjadi positif dalam setiap hasil tes urin persetan rentetan kronologis mereka adalah Tuhan di jalanan.



Atas yang terjadi belakangan ini aku belajar soal kesimbangan ayat dan nalar melintasi batasan Kitab dan Qur’an di saat kebenaran tidak lagi menemukan jalan jihad adalah jawaban. Jihad tidak melulu soal dialog, tidak melulu dengan perundingan negosiasi damai, jihad adalah sebaik-baiknya perlawanan sebagaimana Hasan al-Banna dan Abdel aziz al-Rantisi mengajarkan.



Sejak nurani Dewan Pembantaian Rakyat membungkam hak asasi dan menganggap kematian demonstran hanyalah angka statistik penurunan individu wajib bayar pajak. Serupa konspirasi terhadap Amir Biki dan vonis terhadap Jafar umar thalib bukti setiap janji manis ketumpulan komnas HAM dan rakyat diajarkan melupa dengan skandal dua sisi makan bergizi gratis menumpulkan nalar anak negeri sejak masih dini.



Kita harus memastikan bahwa apa yang diperjuangkan bisa dipahami setiap lini barisan. Pahamilah ini dengan teliti kita tidak punya garansi atas apa yang telah kita korbankan sejauh ini maka dari itu kita harus lebih berhati-hati bahwa iklim politik mereka yang nahkodai sejak siapapun yang terpilih bisa dengan mudah mereka setir  ke kanan dan ke kiri demi kepentingan dinasti.



Prilaku keserakahan dan daya konsumtif adalah senjata rahasia mereka, kita membeli produk mereka, mereka membeli hidup kita, mereka membeli tokoh agama kita, mereka membeli aktivis pergerakan kita dari keuntungan yang mereka peroleh dari kita. Meski kita adalah Kasparov dan bidak catur mereka adalah pembuat papan catur dan alurnya.



Terlalu dini meneladani Chomsky dan Gramsci sejak mereka membudidayakan nalar jelata lewat kurikulum yang mendangkalkan prilaku, budi pekerti, kepribadian mereka gerus sejak kita masih dini hingga jaman digitalisasi binner terkonversi menjadi propaganda media standar ganda penjaga citra sang pemilik kuasa.



Mereka menyadari tidak bisa menang dari luar mereka mencoba menyusupi dan merasuki dengan negosiasi jatah kursi, Aku rasa waktunya telah tiba untuk mempraktikan lembaran lirik Cannibal Corpse untuk mencongkel bola mata dan merubah Dewan korup menjadi Cyclopse sebagai petanda pesta baru dimulai menegaskan bahwa setiap hal tidak bisa diselesaikan dengan dibayar secara tunai.



Aku tidak mengetahui pasti kapan dan tidak peduli kelak bagaimana kematian akan datang menjemputku, Aku ingin hidup dengan kebebasan dan menolak segala bentuk kekerasan dan pemakluman terhadap tindakan brutalitas aparat di jalanan, karena mati di tangan polisi dan tentara selalu berakhir sama dalam variasi berbeda.



Ribuan alasan akan mereka keluarkan di muka lewat pers dan media yang mereka kontrol dan monitori melalui aliansi TV. Skenario minimnya bukti hingga kendala teknis matinya CCTV akan menjadi template berulang kali. Keindahan telah punah dari bumi sejak keluarga korban kekerasan negara menagih tanggung jawab dan setiap aksi kamisan hanya menjadi sekedar agenda mingguan tanpa respon lanjutan dari negara.



Bentrok besar-besaran lebih baik ketimbangan merawat dan terlelap pada kedamaian yang busuk. serupa mimpi Errico Malatesta waktunya merebut hak untuk berkehidupan dengan mempersenjatai diri menutut segala ketidakmungkinan. Ekspresi emosi terbaik  adalah dengan penghancuran membawa destruksi ke titik yang paling fatal.



Dengan membawa Feminisme paling manis dalam hikayat Emma Goldman aku akan merakit molotov sebagaimana meracik puisi cinta yang paling mesra. meski nanti berakhir diriku mati aku akan ikhlas seperti Sacco & Vanzetti menghadapi eksekusi.



"Aku berjanji untuk berpikiran waras dan cerdik, panjang akal dan berbahaya. Aku berjanji bertindak sedemikian rupa sehingga kamu tidak bisa menenggelamkanku dan mengepungku dalam kebungkaman. Aku berjanji untuk bergerak melawanmu dengan cerdas dan waspada, dengan seksama dan tenang, agar bisa memukulmu dengan halus dan kuat dimanapun aku bisa, sejauh aku punya cukup kekuatan, kalaupun tidak ada masa depan di dalam nya"- Alexander Brener

0 komentar:

Posting Komentar