“Kemungkinan terbesar adalah memperbesar kemungkinan dalam ruang ketidakmungkinan” – Homicide. Aku akan berangkat dengan tulisan meski pada akhirnya berakhir dengan molotov mengudara dari tangan sebagai definisi tuntas dan lugas puncak dari mobilisasi kemuakan. Terserah takdir akan membawa pada kemenangan atau kekalahan yang berulang, aku akan terus memprovokasi hingga akhir zaman mendampingi malaikat dengan sangkakala di tangan.
Kombinasi duet instansi badut komedi Polri dan
TNI masih belum berakhir mereka adalah Tuhan, mereka adalah Tuhan tanpa
ampunan, Tuhan yang penuh kejutan, manipulasi dan kemunafikan mereka bisa
membuat siapa saja menjadi positif dalam setiap hasil tes urin persetan
rentetan kronologis mereka adalah Tuhan di jalanan.
Atas yang terjadi belakangan ini aku belajar
soal kesimbangan ayat dan nalar melintasi batasan Kitab dan Qur’an di saat
kebenaran tidak lagi menemukan jalan jihad adalah jawaban. Jihad tidak melulu
soal dialog, tidak melulu dengan perundingan negosiasi damai, jihad adalah
sebaik-baiknya perlawanan sebagaimana Hasan al-Banna dan Abdel aziz al-Rantisi
mengajarkan.
Sejak nurani Dewan Pembantaian Rakyat
membungkam hak asasi dan menganggap kematian demonstran hanyalah angka
statistik penurunan individu wajib bayar pajak. Serupa konspirasi terhadap Amir
Biki dan vonis terhadap Jafar umar thalib bukti setiap janji manis ketumpulan
komnas HAM dan rakyat diajarkan melupa dengan skandal dua sisi makan bergizi
gratis menumpulkan nalar anak negeri sejak masih dini.
Kita harus memastikan bahwa apa yang
diperjuangkan bisa dipahami setiap lini barisan. Pahamilah ini dengan teliti
kita tidak punya garansi atas apa yang telah kita korbankan sejauh ini maka
dari itu kita harus lebih berhati-hati bahwa iklim politik mereka yang nahkodai
sejak siapapun yang terpilih bisa dengan mudah mereka setir ke kanan dan ke kiri demi kepentingan dinasti.
Prilaku keserakahan dan daya konsumtif adalah
senjata rahasia mereka, kita membeli produk mereka, mereka membeli hidup kita,
mereka membeli tokoh agama kita, mereka membeli aktivis pergerakan kita dari
keuntungan yang mereka peroleh dari kita. Meski kita adalah Kasparov dan bidak
catur mereka adalah pembuat papan catur dan alurnya.
Terlalu dini meneladani Chomsky dan Gramsci sejak
mereka membudidayakan nalar jelata lewat kurikulum yang mendangkalkan prilaku,
budi pekerti, kepribadian mereka gerus sejak kita masih dini hingga jaman
digitalisasi binner terkonversi menjadi propaganda media standar ganda penjaga
citra sang pemilik kuasa.
Mereka menyadari tidak bisa menang dari luar
mereka mencoba menyusupi dan merasuki dengan negosiasi jatah kursi, Aku rasa
waktunya telah tiba untuk mempraktikan lembaran lirik Cannibal Corpse untuk
mencongkel bola mata dan merubah Dewan korup menjadi Cyclopse sebagai petanda
pesta baru dimulai menegaskan bahwa setiap hal tidak bisa diselesaikan dengan
dibayar secara tunai.
Aku tidak mengetahui pasti kapan dan tidak
peduli kelak bagaimana kematian akan datang menjemputku, Aku ingin hidup dengan
kebebasan dan menolak segala bentuk kekerasan dan pemakluman terhadap tindakan
brutalitas aparat di jalanan, karena mati di tangan polisi dan tentara selalu
berakhir sama dalam variasi berbeda.
Ribuan alasan akan mereka keluarkan di muka
lewat pers dan media yang mereka kontrol dan monitori melalui aliansi TV.
Skenario minimnya bukti hingga kendala teknis matinya CCTV akan menjadi
template berulang kali. Keindahan telah punah dari bumi sejak keluarga korban
kekerasan negara menagih tanggung jawab dan setiap aksi kamisan hanya menjadi
sekedar agenda mingguan tanpa respon lanjutan dari negara.
Bentrok besar-besaran lebih baik ketimbangan
merawat dan terlelap pada kedamaian yang busuk. serupa mimpi Errico Malatesta
waktunya merebut hak untuk berkehidupan dengan mempersenjatai diri menutut
segala ketidakmungkinan. Ekspresi emosi terbaik adalah dengan penghancuran membawa destruksi
ke titik yang paling fatal.
Dengan membawa Feminisme paling manis dalam
hikayat Emma Goldman aku akan merakit molotov sebagaimana meracik puisi cinta
yang paling mesra. meski nanti berakhir diriku mati aku akan ikhlas seperti Sacco
& Vanzetti menghadapi eksekusi.
"Aku berjanji untuk berpikiran waras
dan cerdik, panjang akal dan berbahaya. Aku berjanji bertindak sedemikian rupa
sehingga kamu tidak bisa menenggelamkanku dan mengepungku dalam kebungkaman.
Aku berjanji untuk bergerak melawanmu dengan cerdas dan waspada, dengan seksama
dan tenang, agar bisa memukulmu dengan halus dan kuat dimanapun aku bisa, sejauh
aku punya cukup kekuatan, kalaupun tidak ada masa depan di dalam nya"-
Alexander Brener
0 komentar:
Posting Komentar