Akan tiba hari di mana seorang pujangga menuliskan megahnya rasa dengan pena di atas kertas untuk memanjatkan doa dalam bentuk rima dan prosa untuk seseorang yang pernah hadir dan memberi banyak makna bagi kehidupan dirinya dalam mencumbu bumi makna yang rumit akan rasa bila dipaksa untuk menjelaskan.
Maka tengoklah para sufi yang mengilhami proses
perjalanan sang hari dari mentari hingga bulan dan bintang berpamit untuk
berganti, karena apa yang akan terjadi adalah sebuah hal yang amat sangat pasti
sehingga semua harus terdefinisi dalam kesiapan raga dan hati bila momen itu
terjadi yang akan menancapkan pilu duka pada sukma.
Sebab cinta yang murni hanyalah cinta dari diri sendiri
yang akan tetap abadi walau dilumat rotasi rembulan dan sang mentari, karena itulah
sebuah bentuk cinta yang akan selalu menolak layu dan tidak terjamah oleh mata
manusia yang cenderung palsu sebab hanya padanya terwakili sebuah rasa dan jiwa
insan yang mencinta.
Cinta adalah jembatan rasa paling indah antara penghuni
dunia yang masih bernyawa dengan mereka yang kini sudah tidak lagi ada, karena
pasti mereka yang pergi akan meninggalkan sebuah kisah yang menjadi bagian
histori bagi keluarga dan orang terdekat serta tercinta karena kehadiran mereka
memberi bumi makna dan warna.
Dalam landasan cinta dan ketulusan maka titipkanlah
segala bentuk doa bagi orang tercinta dan terdekat yang kini tidak lagi ada, panjatkanlah
segala rasa tentang mereka dalam teduhnya ibadah di sepertiga malammu ataupun
dalam keagungan akhir pekanmu karena bagaimanapun cinta tidak akan terbelenggu
oleh ruang dan waktu yang akan selalu berpacu.
Sebab pasti segalanya akan ditinggal bila mati yang
menemani hanya amalan pribadi dan doa orang terkasih, maka hiduplah sebagaimana
ingin menjamu mati nanti, karena menuruti perintahan tuhan atau menikmati
larangannya adalah sebuah opsi yang masih dapat dipilih bagi diri yang diberi
kesempatan hidup pada hari ini dan di keesokan hari agar menjadi manusia yang
lebih baik lagi.
0 komentar:
Posting Komentar