Sudah seharusnya kita berhenti mempercayai kesetaraan dan mulai memprioritaskan ego dan kepribadian, sejak dalam kedekatan yang begitu merekat dan akrab terkadang berdiri megah dinding-dinding keterasingan yang memisahkan jarak dan harapan dalam hubungan maupun sebuah ikatan yang telah terjalin sejak begitu lama dan hilang begitu saja tanpa adanya kejelasan.
Ada kemungkinan yang sampai kapanpun tidak akan pernah
kita sadari bahwasanya sejatinya diri kita sendirilah yang menjadi arsitek yang
merancang dinding keterasingan tersebut, ada kalanya kita harus mengambil sikap
dan membentuk batasan untuk memperoleh sebuah kenyamanan yang dapat diwujudkan
dengan cara membatasi komunikasi dan kedekatan terhadap orang lain secara lisan
maupun tulisan.
Namun terlepas dari itu semua,ilmu pengetahuan telah
membuktikan bahwasanya kita berada di posisi yang sama, kita berada di
frekuensi yang sama untuk saling mendengarkan, kita ditempatkan di frekuensi
yang sama dengan alasan agar dapat saling memahami dan menguatkan, dan bagian
yang paling indah adalah ketika kita menyadari bahwa kita ada di frekuensi yang
sama untuk saling dipertemukan.
Beginilah cara istimewa tuhan, ia menempatkan kita di
frekurensi yang sama agar saling mengerti dan memahami, agar dapat bisa
mengenal lebih bukan sekedar melihat dan mencaci, namun perlahan kita mulai
menyombongkan diri dengan percaya bahwa ada perbedaan frekuensi di
tengah-tengah kita.
Kini kita berlomba-lomba membangun megah dinding
keterasingan itu, dengan memegang teguh pemahaman bahwasanya tidak ada siapapun
yang dapat memahami dirinya, namun sejatinya itu hanyalah problema bagi diri
yang masih ragu berdiskusi untuk mengenal dan mendengarkan cerita satu sama
lain dengan tujuan untuk menemukan titik kesepahaman yang sangatlah indah.
0 komentar:
Posting Komentar