Keterasingan 20 Hz

Kamis, 07 Oktober 2021

Sudah seharusnya kita berhenti mempercayai kesetaraan dan mulai memprioritaskan ego dan kepribadian, sejak dalam kedekatan yang begitu merekat dan akrab terkadang berdiri megah dinding-dinding keterasingan yang memisahkan jarak dan harapan dalam hubungan maupun sebuah ikatan yang telah terjalin sejak begitu lama dan hilang begitu saja tanpa adanya kejelasan.

 


Ada kemungkinan yang sampai kapanpun tidak akan pernah kita sadari bahwasanya sejatinya diri kita sendirilah yang menjadi arsitek yang merancang dinding keterasingan tersebut, ada kalanya kita harus mengambil sikap dan membentuk batasan untuk memperoleh sebuah kenyamanan yang dapat diwujudkan dengan cara membatasi komunikasi dan kedekatan terhadap orang lain secara lisan maupun tulisan.

 


Namun terlepas dari itu semua,ilmu pengetahuan telah membuktikan bahwasanya kita berada di posisi yang sama, kita berada di frekuensi yang sama untuk saling mendengarkan, kita ditempatkan di frekuensi yang sama dengan alasan agar dapat saling memahami dan menguatkan, dan bagian yang paling indah adalah ketika kita menyadari bahwa kita ada di frekuensi yang sama untuk saling dipertemukan.

 


Beginilah cara istimewa tuhan, ia menempatkan kita di frekurensi yang sama agar saling mengerti dan memahami, agar dapat bisa mengenal lebih bukan sekedar melihat dan mencaci, namun perlahan kita mulai menyombongkan diri dengan percaya bahwa ada perbedaan frekuensi di tengah-tengah kita.

 


Kini kita berlomba-lomba membangun megah dinding keterasingan itu, dengan memegang teguh pemahaman bahwasanya tidak ada siapapun yang dapat memahami dirinya, namun sejatinya itu hanyalah problema bagi diri yang masih ragu berdiskusi untuk mengenal dan mendengarkan cerita satu sama lain dengan tujuan untuk menemukan titik kesepahaman yang sangatlah indah.

 


Merasa tidak bisa dipahami oleh orang lain adalah bentuk kesombongan hati dan intelektual, dan membohongi diri sendiri adalah kejahatan spiritual sekaligus bentuk pilihan brutal yang akan membebani hati dan jiwa, maka dari itu sudah seharusnya manusia segera belajar untuk membunuh rasa sombong dalam hati dan jiwa agar bisa saling mengenal dan memahami siapapun sebaik-baiknya seluas cakrawala.

0 komentar:

Posting Komentar