Surat Cinta untukku Dan Dunia [Bagian 4]

Minggu, 14 Februari 2021


Bersiaplah wahai diriku, bahwa mulai hari ini kita tidak akan pernah lagi berdialog dengan sang senja.


Kini kita persiapkan perbekalan menghadapi petaka di dunia yang penuh dengan para durjana bermuka dua.



Terabaikan sudah melati di sayap sang Jibril yang kini perlahan telah layu, sejak Qur’an hingga Injil hanyalah tempat bagi debu-debu di rumahmu,



Maka bersiaplah menyambut para penunggang kuda, dengan irama sangkakala dan senandung Rosario.



Sambut dan gembiralah bahwa akhir dari sejarah dan peradaban kita tidak yang seperti Fukuyama harapkan.



Dan kini pohon dunia perlahan mulai goyah, lantas kita semua datang berbondong untuk bertanya kepada Mimir.



Kita hanya diam dan menyimak dan perlahan dari matanya mulai meneteskan air mata sembari menjelaskan suasana dunia.



Lantas harta sudah tak lagi berguna, perlahan kita mulai menjadi gila, tak sedikit dari kita yang mengaku sebagai Mesias yang hadir sebagai juru selamat di Kaliyuga.



Kita yang di darat keluar dengan sendirinya dari kota yang bersinar itu, kita berlari dengan rasa resah menuju Ka’bah, Bethlehem hingga Gaza demi mencari ampunan sang kuasa.



Kita yang di laut tidak lagi berdaya di hadapan Leviathan, hanya bisa mengharap uluran takdir dari Lady Fortuna atau berakhir menjadi santapan bagi ikan-ikan.



Kita yang resah mulai menghakimi biarawan, pastur, habib, biksu dan orang suci lainnya, kita memaki. kita emosi, kita berdalih bahwa yang selama ini kita Imani hanyalah bagian dari dogma dan agenda belaka.



Kini fitnah tidaklah kejam, kita lebih memilih untuk memfitnah sebelum terbunuh maupun membunuh, fitnah dan dusta telah menjelma menjadi komoditi di zaman yang waktu evolusi dan peradabannya mundur kebelakang.



Kini kita tidak bisa lagi sombong dan angkuh layaknya sewaktu membangun Menara Babel, jangankan untuk mengerti satu sama lain, untuk mengerti diri sendiri saja itu belumlah pasti.



Kini langit telah berubah menjadi merah seakan Yudas kembali memangil Roma, apakah kita masih tertarik melirik pesona sang Lady Godiva selagi Iblis dan Anubis tertawa dengan manis?


0 komentar:

Posting Komentar