Manusia dan tulisan
Pelukan mesra peradaban yang tidak bisa dipisahkan
Namun akan tiba hari di mana berpuisi adalah kesia-siaan
Kala kebodohan telah menjelma menjadi hidangan
Maka tidak ada lagi setangkai melati di sayap sang Jibril
Tidak ada lagi minat pada Novel, Qur'an hingga Injil
Sejak yang tersisa hanya program digital labil
Yang mem-bombardir bagai Ababil
Tapi tidak hari ini
Mari kembali mencuri nyala api
Dari Puisi Agam Wispi
Menyusuri Puncak Purgatorio hingga Kedalaman inferno
Karena tidak ada tuhan tanpa membaca
Jauh sebelum mensyukuri dan memahami kuasanya
Sebagaimana batasan isi kepala
Dalam menafsir keseimbangan Menara Pisa
Dari Vatikan, Mekkah hingga Tembok Ratapan
Demi doa-doa malam yang tidak kunjung terkabulkan
Berjanjilah untuk berpuisi tanpa penyesalan
Jika bait berkisah tentang kehidupan
Maka Penyair harus mati bersama puisinya
Membawanya jauh ke Altarlogika
Dalam permainan Rima dan Aritmatika
Memberi marwah pada bait-bait tanpa arwah
Puisi bukan melulu soal ceria dan tawa
Namun juga soal air mata
Semistis kecup di kening oleh Ibunda
Bagi penyair yang terluka
Seperti mumi yang dipukul mesin yang be-rotasi
Menjalani hari-hari sembari berpikir untuk bunuh diri
Jika tunggal nyawa dalam hidup hanya hadir satu kali
Lantas mengapa takut untuk berdansa dalam puisi?
0 komentar:
Posting Komentar